Sabtu, 05 Januari 2013

Ziarah Cinta

Malam ini terasa sedikit beda. Aku seperti sedang di kelilingi kesunyian yang menenangkan, tapi serasa juga ada lubang besar semacam kecemasan yang mengikis lorong waktu. Biasanya dalam situasi seperti ini, sisi kelembutanku akan muncul dan aku merasa lebih feminim daripada maskulin. Dan karena hal itulah.. aku merasa lebih peka dalam menangkap setiap makna dari kisah-kisah kehidupan seseorang. Lalu aku membaca lagi novel Paulo Coelho, Eleven Minutes – kisah filsafat cinta seorang perempuan bernama Maria. Begini penggalan kisahnya.

“Aku bertemu dengan seseorang dan kini jatuh hati padanya. Kubiarkan hatiku hanyut dalam arus pusarannya, karena alasan yang sepele saja: aku tidak berharap apapun dari perasaan cintaku ini. Bagiku, cukuplah rasa cintaku seperti ini, bercengkerama dengannya dalam anganku, menghias seluruh sudut-sudut kota dengan lautan pelanginya, menebar wangi bunga dengan kata-kata manisnya, dengan sentuhan kasih sayangnya. Jika aku meninggalkan kota ini, kelak dia akan selalu hadir dalam kenanganku yang sangat indah, dengan kenangan syahdu dalam hangatnya api pendiangan.

Semua bahasa di dunia ini, pastinya punya ungkapan yang hampir sama: ‘apa yang tak kaulihat, tak akan kausesali’. Harus kukatakan bahwa ungkapan itu tidak sepenuhnya benar. Aku ingin memahami, bahwa apa yang pernah kulihat itu, tak akan pernah kusesali. Terkadang ada suatu momen dimana pandangan pertama pada seseorang bisa menjadi kenangan yang sangat dalam. Segala rasa atau hal-hal yang kita tahan dan coba lupakan, atau semakin kita jauhkan, malah akan semakin dekat di dalam hati. Jika kita berada di suatu kota perantauan, kita akan selalu mengenang setiap serpihan memori dari tanah kelahiran kita, kampung halaman kita. Kalau kita jauh dari orang yang kita cintai, semua orang yang kita temui di jalanan akan mengingatkan kita pada kekasih hati itu.

Dalam kitab suci semua agama berkisah tentang kemauan Tuhan ketika mengusir Adam dari surga. Boleh jadi, Tuhan sengaja menjauhkan Adam dan seluruh keturunannya dari surga, supaya kita semua selalu mengenang kisah itu, mengingati kembali setiap perjumpaan dengan-Nya tatkala kakek Adam berada di surgaNya. Di tanah pengasingan inilah, di bumi ini, kita semua merindukan Tuhan, membangkitkan keimanan yang sanggup menggugah semangat hidup seluruh umat, menjalani ziarah cinta di setiap jengkal muka bumi, menuju kepada surgaNya kembali. Melalui para nabi.. mereka menuliskan setiap pertanda kehadiran-Nya ke dalam kitab-kitab suci, supaya seluruh umat manusia sanggup membangkitkan kenangan itu kembali – supaya kita semua tidak melupakan siapa kita yang sesungguhnya. Kenangan itu, serta kerinduan itulah.. yang menjadi alasan kenapa hidup ini terasa sangat indah.

Semua orang pasti tahu cara mencintai, karena itu adalah rahmat yang menyertai kita sejak lahir ke dunia. Banyak orang yang punya bakat alami untuk mencintai, namun sebagian besar kita terpaksa harus belajar kembali dan mengingat-ingat cara mencintai. Semua orang tanpa kecuali, harus kembali menyalakan api emosi yang telah lama pupus, agar dapat kembali merasakan kebahagiaan dan kepedihan tertentu. Menghayati pasang surut kehidupan, hingga kita mampu menemukan benang merah yang membentang di balik setiap perjumpaan dua hati. Karena benang merah itu sesungguhnya ada. Iya… benar-benar ada, karena Tuhan sendiri yang menyediakannya dan menjadi penghubungnya.

Kalau sudah begitu, barulah segenap raga kita akan mengungkapkan bahasa jiwa yang kita kenal dengan bahasa cinta. Dan itulah yang bisa kuberikan kepada seseorang yang telah memberikan serta memulihkan kembali jiwaku, meski dia belum tentu tahu betapa besar artinya semua itu bagiku. Akan kuberikan butiran kebahagiaanku padanya, aku ingin dia benar-benar bahagia.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar